TRENSEHAT.ID – Rasanya banyak di antara kita yang kerap menerima resep antibiotik oleh dokter saat berobat.
Sudah jadi rahasia umum, antibiotik sering dianggap obat paling ampuh mengatasi penyakit dengan cepat.
Padahal, di balik keampuhannya, antibiotik bisa memberi efek lain jika dikonsumsi berlebihan dan tak tepat.
Untuk itu, seperti dikutip CNA dari NYT, banyak ahli menyarankan kita jangan ragu tanya pada dokter tentang alasan diresepkan antibiotik.
Jadi ketika dokter menyarankan antibiotik. “Katakan, ‘oke, dok, apa yang kita obati di sini?’” saran Dr Jeffrey Gerber, profesor pediatri dan epidemiologi di Perelman School of Medicine di University of Pennsylvania, Amerika Serikat.
Artinya, kita akan meminta penjelasan dokter tentang infeksi bakteri mana yang jadi target antibiotik.
Kita juga bisa tanyakan apakah ada tes untuk memastikan obat tersebut diindikasikan dan apakah kita dapat menunggu beberapa hari sebelum mendapatkan resep antibiotik itu, jika kondisi kita tidak membaik.
“Diperlukan sedikit skeptisisme,” kata Dr Emily Spivak, seorang dokter penyakit menular di Universitas Kesehatan Utah, Amerika Serikat.
Sebagai pasien, kita juga jangan ragu untuk bertanya obat antibiotik mana yang memiliki efek samping paling sedikit saat kita konsumsi.
Pasalnya kan antibiotik berspektrum luas, yang mampu melawan berbagai jenis bakteri, dapat membunuh lebih banyak bakteri baik dan biasanya bisa juga memberi efek samping seperti diare.
Jenis obat ini juga dapat menyebabkan lebih banyak resistensi antibiotik, meskipun ada kalanya ini merupakan pengobatan yang tepat.
Dokter atau apoteker dapat menjelaskan jenis antibiotik yang diresepkan dan juga memberi tahu kita apakah pilihan antibiotik spektrum sempit mungkin berhasil.
Memang akhirnya disarankan, jangan meminta antibiotik sembarangan.
Sebabm penelitian menunjukkan bahwa dokter lebih cenderung meresepkan obat antibiotik ketika mereka melihat pasien mengharapkannya.
“Setelah meminimalkan biaya biologis dari antibiotik selama beberapa dekade, para ilmuwan medis menemukan bukti bahwa penggunaan antibiotik yang lebih lama lebih berbahaya daripada antibiotik yang lebih pendek,” kata Dr. Blaser. “Ini akan mengubah cara kita mendekati lamanya pengobatan di masa depan.”
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian antibiotik jangka pendek untuk beberapa kondisi bisa sama efektifnya dengan antibiotik jangka panjang.
Kata Blaser, dokter biasanya mengobati infeksi saluran kemih sederhana dengan antibiotik selama dua hingga tiga minggu. Sekarang bisa tiga hari atau kurang.
American College of Physicians merekomendasikan pengobatan antibiotik jangka pendek untuk mengobati infeksi bakteri umum, seperti pneumonia yang didapat dari komunitas. Bahkan, sebagian besar kasus tidak memerlukan antibiotik selama lebih dari lima hari.
Nah, jadi kita harus pastikan mengonsumsi antibiotik dengan tepat oleh dokter ya. (*)