TRENSEHAT.ID – Pembahasan RUU Kesehatan omnibus law dianggap tidak memiliki urgensi saat ini, penghapusan 10 UU terkait kesehatan tak bisa serampangan. Begitu kesimpulan obrolan Trensehat.id dengan dr. Nirwan Satria, Sp.An, salah satu dokter senior Indonesia.
Menurut dr. Nirwan, begitu sapaan akrabnya, selain tak perlu buru-buru, harusnya panitia kerja alias panja RUU Kesehatan omnibus law melibatkan organisasi profesi kesehatan yang diakui undang-undang, “Bukan melibatkan organisasi yang tidak memiliki kompetensi.”
Selain itu, kata dr. Nirwan, lima organisasi profesi kesehatan juga khawatir pembahasan RUU Kesehatan omnibus law disusupi asupan informasi yang kurang valid. Kelima organisasi profesi kesehatan itu adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
“Karena tidak ada urgensi dan terlibatnya organisasi profesi (kesehatan), maka sebaiknya pembahasan RUU Kesehatan ini dihentikan sementara,” saran dr. Nirwan.
Dokter yang juga salah satu pengurus PB IDI setuju pembahasan RUU Kesehatan omnibus law ini dilanjutkan setelah melibatkan organisasi profesi kesehatan.
“Dengan begitu, masukan yang diterima panja jauh lebih lengkap dan akurat,” tambahnya.
Disinggung mengenai isu salah satu klausul dalam RUU Kesehatan omnibus law yang membolehkan pengiriman sampel genetik pasien ke luar negeri, dr. Nirwan bersikap sedikit agak keras.
“Itulah, apa urgensinya? Apakah sudah dipikirkan risikonya ke depan?” tanya dr. Nirwan.
Menurut dr. Nirwan, jika itu benar, tentu saja berbahaya. Ada banyak risiko tidak terduga yang bisa muncul dari kebijakan ini.
Sementara, lewat laman sehatnegeriku.kemkes.go.id, juru bicara Kemenkes, dr. Mohammad Syahril mengungkap, “DPR memulai inisiatif untuk memperbaiki undang-undang yang ada, sehingga pasal-pasal terkait pelindungan hukum ini menjadi lebih baik”.
Menanggapi hal ini, dr. Nirwan berpendapat sebaiknya pemerintah tidak melakukan framing. RUU Kesehatan omnibus law menurut Nirwan tidak hanya bicara soal perlindungan hukum bagi nakes.
“Tapi ya itulah, trik dan strategi komunikasi. Saat ini memang banyak nakes yang tergiring ke pemikiran itu,” papar dr. Nirwan.
Dia juga tidak memungkiri bahwa sekarang ini banyak nakes yang justru sibuk dengan regulasi Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Ijin Praktik (SIP).
Bukan tanpa data, kecenderungan ini tergambar lewat tangkapan layar pada kolom komentar di akun Instagram PPNI. Ajakan organisasi perawat ini untuk bergabung dalam aksi disikapi miring.
“Gas STR gratis dan STR seumur hidup… PPNI,” tulis @elpin20_irshad08_1988.
Senada dengan itu, akun @bukansekedarberita berkomentar, “Str seumur hidup…. Hapus gak usah bayar iuran tahunan…”
Sementara @natalis_tings berpendapat, “Terserah mau acak2 OP. yang penting RUU ini mensejahterakan perawat.”
Namun begitu, dr. Nirwan memberikan peringatan soal terlibatnya buzzer dalam kisruh RUU Kesehatan omnibus law ini. Sebagai pegiat media sosial, dia menengarai banyaknya buzzer berkeliaran memperkeruh suasana. (*)