TRENSEHAT.ID – Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia (PDEI), baru saja menyelenggarakan Emergency Talk, sekaligus halalbihalal Komunitas Emergensi pada Sabtu, (27/4).
Emergency Talk PDEI diadakan untuk sama-sama mengupas isu terbaru seputar dunia emergensi di Indonesia yang terus berkembang.
Acara Emergency Talk PDEI ini dihadiri Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), para pendiri dan pengurus perhimpunan, serta anggota PDEI dan komunitas emergensi dari berbagai daerah.
Acara Emergency Talk PDEI dengan tema “Teknologi Terkini Penanganan Emergency dan Aspek Etik yang Menyertai” ini diselenggarakan di Indraprasta Room, Hotel Vasaka Jakarta, juga dilakukan secara daring melalui platform Zoom Meeting.
Acara ini bertujuan agar para dokter atau tenaga kesehatan bisa menyiapkan diri menghadapi tentangan yang ada dalam penanganan emergensi di Indonesia.
Dr. dr. Moh. Adib Khumaidi, Sp.OT, Ketua Umum PB IDI menyambut baik acara ini.
Dr. Adib berharap para peserta yang hadir, baik secara offline maupun online bisa mendapat informasi mengenai apa saja hal baru serta hambatan yang akan dihadapi dunia emergensi.
Menurut dr. Adib, penanganan di emergensi itu tak bisa diprediksi, segala sesuatu bisa terjadi, sehingga dibutuhkan kesiapan dalam menanganinya.
“Untuk itu persiapkan diri kita sebaik mungkin menghadapi berbagai tantangan,” kata dr. Adib saat memberi kata sambutan di acara tersebut.
Dr. Wishnu Pramudito, Sp.B, Ketua Pengurus Pusat (PP) PDEI, menyoroti salah satu tantangannya adalah standarisasi pemeriksaan emergensi di Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit.
Baik itu terkait dengan pelayanan petugas, pengetahuan, maupun peralatan pendukung yang digunakan.
“Memang kenyataannya, masih banyak yang harus dikejar, dan kami dari PDEI, didukung oleh IDI, berusaha mengejar ketertinggalan itu,” kata dr. Wishnu.
Standar pemeriksaan di IGD diperlukan agar semua pasien yang datang bisa mendapatkan pemeriksaan yang cepat dan benar.
Dr. Wishnu mencontohkan standar pelayanan di Amerika Serikat misalnya, yang membolehkan melakukan pemeriksaan abdomen dengan USG, dengan begitu kondisi pasien bisa diketahui dengan cepat dan memudahkan penanganan selanjutnya.
“Kalau saat ini yang terjadi di IGD tidak ada USG, karena itu hanya ada di Radiologi, sehingga kalau mau USG ya pasien dikirim dulu ke Radiologi. Kan jadinya muncul delay. Kalau di Amerika Serikat itu dikenal yang namanya Golden Hour, dalam satu jam selesai diagnostik terhadap pasien. Nah, di kita belum bisa seperti itu,” tambah dr. Wishnu.
Selain peralatan pendukung, kualitas sumberdaya emergensi juga terus ditingkatkan. “Minimal dokter jaganya, kalau saya bilang, kualifikasinya memang harus ‘pasukan khusus’, karena masalah yang terjadi di IGD itu tak mudah,” kata dr. Wishnu.
Dokter jaga di IGD juga harus di-upgrade, misalnya dengan adanya dokter spesialis emergensi, sehingga kalau ada penanganan kasus yang ‘advance’ gitu bisa segera ditangani, tak perlu menunggu lama lagi.
Tak hanya berbekal pendidikan formal, semua yang terlibat juga mau mengikuti ragam pelatihan dan terus meningkatkan wawasan dunia kesehatan, terutama bidang emergensi.
Mengingat segala hal terus berkembang, termasuk teknologi. Tenaga kesehatan yang bertugas di IGD harus siap menghadapi tantangan yang ada.
Salah satu platform yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan dokter di bidang kesehatan adalah Medisage.
Platform digital ini menjadi wadah saling berbagi informasi dan pengetahuan sesama dokter dari berbagai belahan dunia.
“Medisage itu knowledge sharing platfom, yang bisa dimafaatkan gratis oleh seluruh dokter untuk meningkatkan kapasitas mereka,” kata Dr. Manish Srivashtava, President and Country Head Medisage Indonesia.
“Teman-teman di emergensi harus terus melangkah, membuka diri terhadap segala hal dengan mengambil semua ilmu dan kesempatan untuk meningkatkan kapasitas kita di dunia emergensi, serta ikut memajukan pelayanan emergensi di Indonesia,” pesan dr. Wishnu di penghujung acara Emergency Talk PDEI. (*)