TRENSEHAT.ID – Sebagaimana organisasi profesi kesehatan lain, Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) turut menyatakan sikap terhadap omnibus law RUU Kesehatan.
Pernyataan sikap itu ditumpahkan saat sesi Seruan Kebangsaan pada acara Doa Bersama Demi Kesehatan Bangsa di Jakarta, Rabu (24/5), salah satunya terkait omnibus law RUU Kesehatan yang sedang berjalan.
Menurut Apt. Noffendri Rustam, S.Si, Ketua Umum IAI, pembahasan omnibus law RUU Kesehatan berjalan tidak transparan.
“Pembahasan RUU Kesehatan hingga saat ini terus berjalan dan tidak adanya transparansi pembahasan,” kata Noffendri.
Menanggapi penyataan pemerintah soal penerimaan masukan dari masyarakat dalam pembahasan RUU Kesehatan, Noffendri justru mempertanyakan masyarakat mana yang dimaksud pemerintah?
“Sejauh ini IAI sama sekali belum pernah mendapatkan akses secara resmi untuk mendapatkan daftar inventarisasi masalah yang disiapkan pemerintah,” ungkapnya.
Organisasi para apoteker negeri ini bukan tidak pernah memberikan usulan. Namun, menurut Noffendri, sulit mengetahui apakah usulan dimaksud diakomodir atau tidak?
Tidak sekedar bersurat, IAI bahkan secara langsung melakukan audiensi ke Fraksi Partai Demokrat di Dewan Perwakilan Rakyat. Noffendri mengaku diterima Ketua Fraksi, Edhie Baskoro Yudhoyono, beberapa waktu lalu.
Sejumlah aspirasi telah disampaikan lewat fraksi, namun orang nomor satu di IAI ini mengaku sulit menelusur perkembangannya.
Fakta lain yang diterimanya, saat Doa Bersama digelar, Noffendri mendapat informasi bahwa sekitar 40 organisasi profesi di bidang kesehatan diundang pemerintah untuk sebuah acara. Dia pun mempertanyakan, organisasi profesi yang mana? Karena nyatanya IAI tidak terundang.
Itu sebabnya, mewakili organisasinya, secara tegas Noffendri berharap transparansi yang lebih deskriptif, bukan sekedar informasi melalui selebaran.
“Jangan hanya disampaikan dalam bentuk flyer. Karena ternyata antara flyer dan berita yang beredar agak berbeda,” tambah Noffendri.
Soal klausul omnibus law RUU Kesehatan yang dianggap paling merugikan, Noffendri tegas menyatakan sangat menyayangkan.
Terutama klausul yang menyatakan bahwa praktik kefarmasian, menurut omnibus law RUU Kesehatan boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan lain. Padahal sebelumnya praktik kefarmasian hanya boleh dilakukan oleh tenaga farmasi.
Bagi Noffendri, jelas hal itu sangat berdampak bagi ribuan tenaga farmasi, baik yang sudah disumpah berpraktik atau yang masih menjalankan pendidikan.
Apalagi jika tenaga kesehatan lain yang dimaksud RUU Kesehatan adalah tenaga asing yang didatangkan dari luar negeri.
Noffendri juga sempat menyinggung klausul mengenai tembakau. Dengan alasan berbahaya, nikotin dimasukkan ke dalam golongan narkotika dan obat berbahaya.
Menurut Noffendri, “Nikotin ini mudah dikeluarkan dari tubuh melalui urin dan keringat, berbeda dengan sifat narkoba.”
Tentu saja, komandan pegiat kefarmasian ini berharap penyusunan omnibus law RUU Kesehatan dilakukan oleh pihak yang sangat mengerti bidangnya. (*)