TRENSEHAT.ID – Maksud hati mendapatkan layanan paripurna, sehingga semua dokumen terkait Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) termasuk surat rujukan BPJS dibawa ke IGD atau Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Tapi alih-alih dapat layanan sempurna, malah tertolak dengan sejumlah alasan meski sudah bawa surat rujukan BPJS atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Layanan bagi semua peserta SJSN memang ditata secara terstruktur, terutama soal fasilitas kesehatan, termasuk penggunaan surat rujukan BPJS.
Dalam menerima layanan kesehatan, setiap peserta SJSN harus melalui jenjang yang sudah ditetapkan, yakni Fasilitas Kesehatan Tingkat Pratama (FKTP).
Jika layanan yang dibutuhkan tidak tersedia di FKTP, maka peserta akan dirujuk ke fasilitas kesehatan lanjutan. Biasanya surat rujukan yang dikeluarkan FKTP bisa dipergunakan selama tiga bulan.
Meski surat rujukan BPJS ini merupakan modal untuk memperoleh layanan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat 2 dan 3, namun sebaiknya tidak ditunjukkan saat peserta membutuhkan layanan darurat.
Dengan menunjukkan surat rujukan BPJS, peserta atau pasien bisa saja dianggap tidak dalam kondisi darurat. Dengan begitu, ada kemungkinan tidak diprioritaskan atau bahkan ditolak mendapatkan layanan.
Mengapa ditolak? Seorang tenaga kesehatan di RSUD Ciracas menjelaskan alasannya. Menurut dia, tindakan dan pemberian obat pada pasien IGD yang tidak dalam kondisi darurat sesuai definisi faskes, bisa berdampak sanksi administratif bagi nakes yang menangani. Mulai sanksi teguran hingga penggantian material.
Jadi solusinya cukup datang atau bawa pasien ke IGD dan sampaikan keluhan serta kebutuhan layanan kegawatdaruratan, selanjutnya biarkan nakes yang memutuskan status kedaruratan pasien melalui triase dan tindakan apa yang perlu dilakukan.
Definisi Gawat Darurat
Sayangnya definisi gawat darurat menurut faskes sering berbeda dengan pemahaman masyarakat. Bisa jadi kondisi tertentu bagi pasien sudah dianggap darurat, namun belum tentu demikian menurut faskes.
Dengan keterbatasan pengetahuan terhadap gangguan kesehatan, memang pasien kerap terlalu dini menyimpulkan kedaruratan.
Tapi sebaliknya, bisa jadi pasien yang merasakan gangguan kesehatan sudah merasa perlu penanganan kedaruratan, namun tenaga kesehatan tidak menangkap hal ini dengan baik.
Maka perlu kesepahaman antara pasien dan faskes perihal kondisi kegawatdaruratan, meski standar kegawatdaruratan di setiap daerah dan rumah sakit bisa saja berbeda. Namun umumnya kondisi ini dibagi menjadi lima tingkatan.
Kategori ini disarikan dari laman RS. Respira Yogyakarta berdasar Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
Pasien level 1 merupakan pasien yang harus segera mendapat penanganan gawat darurat. Ini dikarenakan adanya ancaman kematian seperti henti jantung, perdarahan hebat, henti nafas, dan kondisi lain yang dapat mengakibatkan kematian dalam waktu yang singkat.
Pasien dengan level 2 merupakan pasien yang memiliki resiko yang besar terhadap terjadinya ancaman kematian seperti pasien dengan trauma perut dan pasien nyeri dada. Pada level ini pasien masih dalam prioritas layanan kegawatdaruratan.
Pasien dengan level 3 adalah adanya kondisi darurat akan tetapi tidak ada ancaman kematian, kondisi stabil, tetapi disertai dengan pemeriksaan penunjang dengan hasil pemeriksaan dalam batas normal. Di level ini, pasien juga bisa memperoleh layanan kegawatdaruratan.
Pasien dengan level 4 adalah kondisi tidak gawat darurat, kondisi stabil tanpa harus dilakukan pemeriksaan penunjang. Tentu saja dalam level ini pasien tidak diprioritaskan memperoleh layanan gawat darurat.
Pasien level 5 adalah pasien yang tidak perlu dilakukan tindakan apapun, misalnya pasien datang untuk berkonsultasi obat. Sudah barang tentu pasien pada level ini tidak memerlukan layanan gawat darurat.
Jadi, ada baiknya kenali dulu kondisi gangguan kesehatan sebelum memutuskan berkunjung IGD, meski bawa surat rujukan BPJS. Tentu saja ini untuk menghindari kekecewaan dan upaya yang terbuang untuk pergi pulang menuju dan dari fasilitas kesehatan. (*)