TRENSEHAT.ID – Belakangan ini kasus sakit tuberkulosis dikabarkan terus meningkat, sehingga membuat kita harus waspada.
Ada banyak penyebab sakit tuberkulosis yang harus kita pahami.
Jika kita menghindari faktor penyebab sakit tuberkulosis, tentu akan membantu menghentikan penyebarannya.
Berdasarkan data Global TB Report 2023, Indonesia menempati peringkat kedua dunia yang memiliki estimasi kasus TB baru sebanyak 1.060.000 kasus.
Dari jumlah kasus yang terdata, angka kematiannya mencapai 134.000 per tahun, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Pada tahun 2022, terdapat 724.309 kasus, lalu pada 2023 meningkat menjadi 792.404 kasus.
Jumlah ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan kasus sebelum pandemi yang rata-rata penemuannya dibawah 600.000 per tahun.
Seperti dilansir dari lama resmi Kemenkes, TB atau tuberkulosis adalah sebuah kondisi infeksi yang dapat menimbulkan dampak serius.
Penyakit ini bisa menyerang berbagai bagian tubuh, walaupun sering kali menginfeksi paru-paru.
Bakteri penyebab tuberkulosis ditransfer dari orang ke orang melalui droplet udara kecil yang dilepaskan saat batuk atau bersin.
Penularan ini bisa terjadi ketika seseorang dengan tuberkulosis aktif dan tidak ditangani batuk atau bersin, dan juga saat orang tersebut tertawa, meludah, menyanyi, dan sebagainya.
Setiap orang bisa terinfeksi oleh tuberkulosis, namun ada beberapa faktor risiko yang bisa meningkatkan peluang penularan, seperti:
- Sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti pada orang dengan HIV/AIDS, diabetes, jenis kanker tertentu, pengobatan kanker seperti kemoterapi, gizi buruk, dan lain-lain.
- Penggunaan narkoba ilegal.
- Penggunaan tembakau.
- Akses kesehatan yang kurang.
- Tinggal di tempat dengan tingkat kepadatan tinggi atau ventilasi kurang.
- Perjalanan ke tempat dengan tingkat kejadian tuberkulosis tinggi.
Kabar baiknya, terapi pengobatan sakit tuberkulosis sekarang bisa dilakukan lebih cepat.
Setelah empat tahun penelitian, pada akhir tahun 2022, Prof. Dr. dr. Erlina Burhan M.Ss., Sp.P(K), dokter spesialis paru di RS Persahabatan Jakarta, bersama tim penelitinya berhasil membuat sebuah strategi pengobatan tuberkulosis dengan durasi lebih pendek, yaitu hanya dua bulan.
“Hasil dari penelitian ini cukup baik ternyata. Tingkat kesembuhannya sama dengan paduan obat yang 6 bulan selama ini diberikan. Jadi saya kira cukup bukti ya bahwa pengobatan dua bulan ini efektif, dengan efek samping yang sedikit. Bisa ditoleransi. Tingkat kesembuhan juga sama,” jelas Prof. Erlina pada Trensehat.id beberapa waktu lalu.
Tentu saja pencegahan lebih baik dari pada mengobati, itu sebabnya kita tetap harus waspada agar sakit tuberkulosis bisa dihindari. (*)