TRENSEHAT.ID – Terkait penolakan RUU Kesehatan omnibus law oleh para tenaga kesehatan alias nakes, Pemerintah dan DPR telah menyatakan sikapnya.
“DPR justru memulai inisiatif untuk memperbaiki undang-undang yang ada sehingga pasal-pasal terkait pelindungan hukum ini menjadi lebih baik,” kata dr. Mohammad Syahril, Juru Bicara Kementerian Kesehatan, lewat laman sehatnegeriku.kemkes.go.id terkait RUU Kesehatan omnibus law.
Dia menambahkan bahwa dengan menolak RUU Kesehatan omnibus law sama saja mengembalikan pasal-pasal terkait hukum akan membuat banyak masalah hukum bagi dokter dan nakes.
Masih menurut Syahril, isi peraturan lama dalam UU Kesehatan sebenarnya banyak merugikan dokter dan nakes.
Mereka masih dapat dituntut secara pidana atau perdata setelah menjalani sidang disiplin dan etik profesi jika terjadi suatu perkara.
Oleh karena itulah DPR dan Pemerintah menginisiasi pembahasan kembali Undang Undang Kesehatan. “Jadi, kalau memang kekhawatirannya masalah pelindungan hukum, kenapa tidak dari dulu sih organisasi profesi bergerak dan berinisiatif untuk mengubah?” tanya Syahril bersemangat.
Sementara, dalam berbagai kesempatan, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia, DR. dr. Moh. Adib Khumaidi, Sp.OT menyampaikan pendapat berbeda. Secara tersirat Adib berulang kali menyampaikan bahwa penolakan RUU Kesehatan omnibus law ini tidak semata-mata didasarkan pada kepentingan dokter dan nakes.
Kesehatan dan keselamatan rakyat Indonesia juga jadi pertimbangan dasar sikap penolakan ini. Praktik-praktik kesehatan yang merugikan, bahkan membahayakan keselamatan rakyat Indonesia harus ditolak. Demikian disarikan dari berbagai orasi Adib Khumaidi.
Cara pandang kedua pihak yang saat ini agaknya memang bertolak belakang. Jika Pemerintah dan DPR lebih mengembuskan isu perlindungan hukum, tidak demikian dengan para nakes.
Bagi para punggawa kesehatan negeri, RUU Kesehatan omnibus law tidak semata soal perlindungan hukum yang membentengi mereka. Banyak aspek lain yang justru bersentuhan langsung dengan kepentingan rakyat Indonesia.
Dokter dan tenaga kesehatan yang tergabung dalam berbagai organisasi profesi kesehatan (IDI, PDGI, IAI, PPNI dan IBI) telah bersepakat. Upaya pemerintah dan DPR terkait RUU Kesehatan ini adalah langkah baik.
Namun diperlukan sinergi untuk mencapai hasil sempurna. Artinya, diperlukan dialog antarlembaga yang lebih intensif.
Ini sejalan dengan yang diungkap Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Dr. Harif Fadhillah, S.Kp.,SH.,M.Kep.,MH.
Menurutnya, “Semua pemikiran, sikap, dan upaya yang kita lakukan hari ini tidak lain agar kita tetap dapat berkontribusi terhadap kebaikan kesehatan bangsa. Bukan untuk melawan dan merongrong pemerintah.”
Mendorong sinergi ini, lima organisasi profesi kesehatan mendesain aksi damai. Setelah aksi serupa pada 8 Mei 2023 tidak kunjung memperoleh respons DPR dan Pemerintah, tanggal 5 Juni 2023 nanti menjadi aksi damai jilid kedua.
Aksi ini melibatkan ribuan aktivis kesehatan. Dokter dari berbagai disiplin keilmuan termasuk dokter gigi, perawat kesehatan, pegiat apoteker bahkan para bidan. Hadir dengan satu tujuan yang sama, berkontribusi bagi kebaikan kesehatan bangsa.
Sejatinya, tudingan perihal belum sesuainya hasil RUU Kesehatan omnibus law dengan pandangan para nakes dan kebutuhan rakyat ini bukan perkara maha rumit. Melibatkan semua unsur yang berkepentingan dalam pembahasannya dipercaya sebagai solusi.
Tentu saja ini bukan hal yang tidak mungkin dilaksanakan. Sangat mudah bagi DPR dan Pemerintah membuka pintu dialog dengan kelima organisasi profesi kesehatan. Kecuali RUU Kesehatan omnibus law diutamakan bagi sebagian orang. Kita tunggu hasilnya. (*)