Kemarin, kita baru saja merayakan Hari Kebangkitan Nasional yang sekaligus adalah Hari Bakti Dokter Indonesia yang ke-116.
Tanggal 20 Mei menjadi tanggal yang sakral bagi para dokter dan juga rakyat Indonesia pada umumnya.
Tanggal inilah yang menjadi tonggak perubahan dalam mindset, sikap, dan juga cara berjuang anak bangsa ini.
Perubahan yang dibawa para perintis pergerakan telah membawa imajinasi masyarakat ke tingkat yang lebih maju, karena masyarakat kita jadi mampu membayangkan hidup dalam alam kemerdekaan.
Rakyat Indonesia yang sebelumnya tidak dapat membayangkan punya pemerintahan sendiri, kini mampu melihat diri mereka mengatur kehidupan secara mandiri.
Rakyat Indonesia yang sebelumnya hanya dapat merasakan penderitaan orang-orang terdekat, kini mampu merasakan penderitaan orang yang sama-sama terjajah walaupun terpisah jauh.
Tentu saja, perubahan ini tidak datang dengan sendirinya.
Perubahan yang dibawa para pejuang pergerakan adalah hasil dari pergumulan mereka dengan kenyataan dan penderitaan rakyat.
Dr. Wahidin Soedirohoesodo dan kawan-kawan meniupkan inspirasi kemerdekaan, karena melihat dan merasakan sendiri penderitaan pasien mereka.
Saat ini, kita pun sedang dihadapkan pada perubahan. Para dokter dipaksa mematuhi aturan-aturan dalam UU Kesehatan yang telah ditetapkan tahun lalu.
Bedanya, perubahan yang sekarang kita hadapi sekarang sepertinya jauh dari merupakan hasil pergumulan dengan penderitaan rakyat.
Tapi saya sedang tidak berpolemik tentang benar atau tidaknya langkah yang ditetapkan dalam UU Kesehatan itu.
Menurut saya, pertanyaan yang paling penting untuk dijawab adalah: bagaimana kita menyikapi perubahan ini?
Kita dapat saja memilih untuk menolak secara total perubahan itu, mengisolasi diri dan pikiran kita tetap dalam situasi lama yang lebih kita pahami.
Tapi menurut saya, pilihan paling bijak yang harus diambil adalah menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada.
Bahwa IDI tidak lagi menjadi satu-satunya organisasi profesi dokter adalah kenyataan yang tak terhindarkan, namun IDI tetap dapat menjadi kekuatan politik kultural yang menyatukan semua organisasi profesi dokter yang ada.
Begitu juga dengan pembukaan fakultas kedokteran yang dipermudah, IDI harus mampu tampil sebagai garda terdepan yang menjamin kualitas peserta didik tetap terjaga.
Tentu saja, tidak semua perubahan harus diterima begitu saja.
Pada perubahan yang menindas dan merugikan rakyat, kita harus lawan! Ya, perubahan adalah keniscayaan. Tapi perubahan yang buruk harus diarahkan kembali pada kebaikan.
Selamat Hari Bakti Dokter Indonesia, selamat Hari Kebangkitan Nasional.
Musholla PB IDI, 21 Mei 2024
Dr. Rosita Rivai
Wakil Sekretaris MPPK
Tulisan ini disadur dari laman resmi MPPK.