TRENSEHAT.ID – Aksi damai dokter dan tenaga kesehatan alias nakes jadi digelar Senin, 5 Juni besok. Agendanya, menuntut penghentian pembahasan RUU Kesehatan omnibus law.
Banyak nakes yang sejalan RUU Kesehatan omnibus law, tapi tak sedikit juga yang berseberangan. Sekedar berbeda pandangan atau upaya penggembosan?
Sebagaimana diberitan sebelumnya, aksi damai jilid dua menolak pembahasan RUU Kesehatan omnibus law ini direncanakan apik. Sebelumnya aksi yang sama digelar 8 Mei 2023 silam.
Menurut tim penggerak, tuntutan pada aksi 8 Mei masih terabaikan. Itu sebabnya dirasa perlu menghelat aksi lanjutan.
Imbauan dan surat resmi ajakan berunjuk rasa sudah dilayangkan. Tak kurang lima organisasi profesi kesehatan ikut mengampu kegiatan ini.
Mereka adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) serta Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
Meski bertujuan membela kepentingan para nakes dan masyarakat, namun nyatanya masih lumayan banyak pegiat kesehatan yang berbeda pendapat. Hal ini dapat ditangkap dari laman Instagram beberapa organisasi profesi kesehatan.
Akun instagram @ragilkurniawan berkomentar atas ajakan bergabung dalam aksi yang disiarkan PPNI. “90% perawat setuju dengan RUU omnibuslaw… STR selamanya… Sip,” tulisnya.
Komentar serupa ditulis akun @rachmadresa. “Kami perawat Indonesia, setuju dong, STR seumur hidup. Cukup SIP perawat saja yang diperpanjang.”
Cukup banyak akun lain yang mengkespresikan hal senada di laman yang sama. Subjek yang dipersoalkan seputar STR (Surat Tanda Registrasi) dan SIP (Surat Ijin Praktik) yang dianggap membebani.
Komentar-komentar ini mengindikasikan belum terpaparnya maksud dan tujuan aksi dengan baik.
Isi RUU Kesehatan omnibus law yang menonjol bagi sebagian nakes masih berkisar pada persoalan lisensi dan legitimasi.
Menurut dr. Nirwan Satria, Sp.An, “Itu (STR & SIP) bagian kecil dari keseluruhan isi RUU Kesehatan. Terasa memberatkan karena mungkin ada kesalahan dalam mekanisme atau kebijakan di organisasi cabang. Penyelesaiannya bukan pada tataran undang-undang. Tapi benahi penataannya di masing-masing organisasi profesi,” paparnya bersemangat.
Selain soal lisensi, pemilik akun twitter @nirwan_anestesi dan Instagram @nirwan.anestesi ini juga menambahkan, “Banyak pasal-pasal yang justru berkaitan langsung dengan masyarakat. Seperti masalah aborsi dan penghapusan anggaran pembiayaan kesehatan”.
Menurut Nirwan, dihapusnya pembiayaan kesehatan 10% di APD dan 5% di APBN bakal membebani masyarakat.
“Siapa yang akan menanggung? Biaya kesehatan jelas akan meningkat, BPJS akan semakin sulit,” jelas Nirwan.
Pembebanan biaya kesehatan ini menurutnya tidak secara langsung. “Bisa saja lewat peningkatan iuran BPJS,” imbuhnya.
Berkaitan itu, Nirwan mengajak para nakes untuk tidak berpikir segmented. Dia menyarankan untuk mempelajari lebih jauh perihal RUU Kesehatan omnibus law. “Misalnya pasal mengenai peluang berkarier karena terbuka peluang lebar bagi nakes dari luar (negeri),” saran dokter dan aktivis media sosial ini.
Terkait banyaknya persoalan dalam RUU Kesehatan omnibus law, lebih jauh Nirwan menyampaikan imbauannya. “Sebagai nakes, perlu juga memikirkan kepentingan masyarakat. Tidak hanya soal STR dan SIP yang dianggap beban,” sarannya.
Lebih dari sekedar perkara STR dan SIP, beberapa nakes lebih berpikir netral. Sebagaimana komentar pemilik akun IG @begawanwahyu. “Apa sih yang kita tolak? Sebagian aja atau semuanya ditolak?”. Agaknya pemilik akun ini berusaha mencari informasi lebih dalam perihal RUU Kesehatan omnibus law.
Nirwan Satria menambahkan. “Memang masih banyak rekan nakes yang terbingkai cara analisanya. Tapi tidak sepenuhnya bisa disalahkan. Ini kan bagian dari strategi komunikasi lawan,” demikian Nirwan menyimpulkan kekisruhan RUU Kesehatan omnibus law. (*)