TRENSEHAT.ID – Pemungutan suara Pemilu 2024 tinggal hitungan hari, anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pun sudah dilantik serentak pada Kamis (25/1) dan siap melaksanakan tugasnya.
Namun, ancaman kematian anggota KPPS masih membayangi, berkaca pada kejadian Pemilu 2019 lalu.
Tentu saja hal tersebut menjadi perhatian banyak pihak agar peristiwa yang menimpa anggota KPPS tak terjadi pada gelaran Pemilu 2024 nanti.
Menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU), terdapat kecelakaan kerja yang dialami badan ad hoc yang terdiri dari petugas KPPS, PPS, PPK, dan Linmas.
Pada gelaran Pemilu 2019 tercatat 722 meninggal dunia dan 798 mengalami sakit, sedangkan pada Pemilihan 2020 tercatat 117 meninggal dunia dan 153 sakit.
“KPU sangat prihatin atas kejadian pada Pemilu 2019 lalu, di mana ada badan ad hoc yang ‘berpulang’ melaksanakan tugas mulia saat penyelenggaraan Pemilu, kata Wahyu Yudi Wijayanti, SH MP, Kapuslatlitbang Setjen KPU, pada Webinar Trensehat Monthly Talk yang diselenggarakan pada Sabtu (27/1).
Diakui KPU, adanya irisan pada tahapan Pemilu dan Pemilihan 2024 nanti akan mengakibatkan meningkatnya beban kerja ad hoc.
Pilihan jadwal Pemilu yang terlalu berdekatan dengan Pemilihan akan menambah problematika tersebut.
Meski begitu, KPU mengaku sudah melakukan berbagai persiapan agar peristiwa serupa tak terjadi pada Pemilu 2024, di antaranya menerapkan kebijakan bimbingan teknis (bimtek) serentak.
“Terobosan yang dilakukan adalah mengundang seluruh anggota KPPS untuk ikut bimtek, karena dulu hanya mengundang satu ketua dan satu anggota KPPS saja.
Dengan ikut serta seluruh anggota, diharapkan memiliki standarisasi pemahaman yang sama dalam pelaksanaan tahapan Pemilu 2024,” jelas Wahyu Yudi Wijayanti.
Hal tersebut diamini oleh Surya Efitrimen, S.Pt.,MH, Ketua KPU Provinsi Sumatera Barat dengan melakukan tindak lanjut dari instruksi yang diberikan dengan melakukan skrining kesehatan secara mandiri dan bimtek ke seluruh petugas KPPS di KPU Kabupaten dan Kota.
Pada kesempatan yang sama, Dr. Mahesa Paranadipa M, M.H, selaku Ketua Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) menyoroti jaminan keselamatan dan kesehatan yang diberikan kepada petugas KPPS.
Meski ada persyaratan surat keterangan sehat bagi petugas KPPS, namun tidak dilengkapi dengan surat pernyataan tidak memiliki penyakit penyerta (komorbiditas).
“Penyakit penyerta seperti hipertensi, diabetes mellitus, ginjal, tuberkulosis, stroke, kanker, penyakit jantung, ginjal, hati, paru, dan penyakit imun, memang penyakit yang berisiko cukup tinggi kalau dipaksakan dengan beban kerja yang berat,” kata Mahesa sambil mengingatkan tidak adanya syarat kepesertaan BPJS pada saat mendaftar.
Itu sebabnya Mahesa merekomendasikan agar KPU memastikan skrining telah dijalani oleh seluruh petugas untuk meminimalkan risiko, terutama petugas dengan kategori sedang-berat.
Perlu juga sosialiasi dan edukasi terkait keselamatan kerja untuk meniminalkan terjadinya peristiwa yang tak diharapkan.
Sementara Dr. M. Subuh MPPM, Ketua Umum Asosiasi Dinas Kesehatan (Adinkes), menganggap regulasi yang sudah dibuat tidak serta merta menyelesaikan permasalahan kalau tidak ditindaklanjuti secara fokus dan serius.
Misalnya pada proses seleksi anggota KPPS yang dianggapnya baru optimal, belum maksimal.
“Membuat perencanaan yang komprehensif terkait proses pemeriksaan calon penyelenggara pemilu (KPPS), membuat roadmap starndar pemeriksaan kesehatan, serta memperkuat kerja sama lintas sektoral, khususnya dengan pelayanan kesehatan untuk melaksanakan kegiatan pemeriksaan kesehatan (Dinkes, Fasker, BPJS Kesehatan, BPJS Tenaga Kerja),” saran Subuh.
PENANGANAN EMERGENSI
Selain memperbaiki regulasi, penanganan emergensi saat penyelenggaraan Pemilu 2024 juga perlu dipersiapkan dengan baik, sehingga kejadian jatuhnya korban pada Pemilu 2019 bisa diantisipasi lebih baik.
“Kenapa bisa mengalami kematian? Penyebabnya apa? Kita menduga karena burn-out. Ibaratnya kalau mesin kita paksa dengan kemampuan maksimal, karena kepanasan, ya akhirnya berhenti,” kata Dr. Wishnu Pramudito Sp.B, Ketua Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia (PDEI).
Untuk itu Wishnu menyarankan agar dilakukan pengaturan kerja petugas KPPS, dengan cara pergantian kerja.
Selain itu, perlu juga pelatihan Basic Life Support (BLS) yang bisa menangani kejadian tak terduga di lokasi.
“Dilakukan untuk menangani henti jantung dan henti napas oleh orang awam terlatih, tanpa menggunakan obat atau peralatan medis khusus,” kata Wishnu.
Pada diskusi yang cukup hangat itu semua narasumber sepakat bahwa segala langkah harus dilakukan untuk mencegah peristiwa kematian anggota KPPS berulang pada Pemilu 2024.
“Jangan anggap kematian anggota KPPS adalah hal biasa, MHKI akan terus memantau agar aturan keselamatan KPPS tak hanya di atas kertas. Tapi kami apresiasi langkah yang sudah dilakukan KPU Pusat dan Daerah,” kata Mahesa saat memberikan kata penutup pada Webinar Trensehat Monthly Talk kali ini.
Webinar Trensehat ID dengan nama Trensehat Monthly Talk akan hadir setiap akhir bulan, dengan mengupas tuntas isu-isu kesehatan terbaru bersama narasumber yang kredibel.
Diskusi bulanan ini akan dilakukan melalui Zoom Webinar dan di-relay juga lewat kanal Youtube Trensehat ID. Masyarakat umum bisa mengikutinya secara gratis. (*)