Sakit Gizi Buruk Masih Jadi Ancaman: Kenapa Anak Indonesia Rentan Mengalaminya?

sakit gizi buruk

TRENSEHAT.ID – Beberapa waktu lalu viral seorang anak di Kebayoran Lama menderita sakit gizi buruk, dia tampak terlantar sehingga pemerintah setempat turun tangan.

Tentu saja sakit gizi buruk ini jangan sampai menimpa anak-anak kita.

Bayangin kalau anak-anak tumbuh bukan jadi kuat dan sehat, tapi malah kurus kering, lemas, dan gampang sakit Ini bukan cerita zaman dulu, tapi kenyataan yang masih terjadi sekarang.

Masalah sakit gizi buruk masih jadi ancaman nyata di banyak wilayah Indonesia, terutama di daerah terpencil dan keluarga berpenghasilan rendah.

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 dari Kementerian Kesehatan, 3 dari 10 balita di Indonesia mengalami stunting — kondisi pertumbuhan yang terhambat akibat sakit gizi buruk jangka panjang.

Sementara itu, WHO mencatat bahwa Indonesia masuk 10 besar negara dengan jumlah kasus gizi buruk tertinggi di dunia. Ini tentu bikin kita patut waspada.

Kenapa ya, di zaman serba canggih dan makanan serba instan kayak sekarang, sakit gizi buruk masih aja terjadi?

Penyebab Utama Anak Indonesia Rentan Sakit Gizi Buruk

Pertama, kurangnya edukasi soal gizi seimbang masih jadi masalah besar. Banyak orang tua yang mengira anak udah kenyang = udah sehat. Padahal kenyang belum tentu bergizi.

Banyak anak yang sehari-hari cuma makan nasi dan kerupuk, tanpa protein atau sayuran yang cukup. Inilah pintu masuk sakit gizi buruk yang pelan-pelan menggerogoti tubuh mereka.

Kedua, akses terhadap makanan bergizi masih belum merata. Di daerah pelosok, harga telur atau susu bisa 2–3 kali lipat dari harga di kota.

Nggak heran kalau orang tua lebih memilih makanan murah tapi minim kandungan gizi.

Ketiga, faktor ekonomi keluarga juga berperan besar. Data dari BPS menunjukkan bahwa sekitar 9,36% penduduk Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan (2023).

Dalam kondisi seperti itu, kebutuhan makan sehat sering jadi prioritas terakhir.

Belum lagi, kebersihan lingkungan yang buruk juga bisa memperparah kondisi.

Anak yang hidup di lingkungan kotor rentan kena diare, dan ini bisa mempercepat terjadinya sakit gizi buruk karena nutrisi dalam tubuh nggak sempat diserap dengan baik.

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Kabar baiknya, sakit gizi buruk bisa dicegah dan ditangani.

Mulai dari hal sederhana seperti edukasi gizi di tingkat keluarga, program posyandu aktif, sampai pemberian makanan tambahan oleh pemerintah lewat program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita.

Kementerian Kesehatan juga gencar kampanye konsumsi protein hewani sejak usia dini, karena itu penting banget buat pertumbuhan otak dan tubuh.

Tapi ya, semua itu harus didukung kesadaran dari lingkungan sekitar juga.

Kita sebagai masyarakat juga bisa ikut berperan, lho. Misalnya dengan menyebarkan informasi tentang sakit gizi buruk, ikut program sosial pembagian makanan bergizi, atau bahkan sekadar mengingatkan orang sekitar soal pentingnya pola makan seimbang buat anak.

Jadi, meski kelihatannya sepele, sakit gizi buruk bisa berdampak jangka panjang ke generasi bangsa. Anak yang seharusnya jadi penerus, malah harus berjuang melawan penyakit karena kurangnya gizi.

Yuk, jangan diam aja. Kita semua bisa bantu cegah sakit gizi buruk, mulai dari rumah sendiri. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *